“Kisah Legenda Suroboyo: Perjalanan Patung Suro dan Boyo Menjadi Landmark Kota”
Pendahuluan
Surabaya dikenal luas sebagai Kota Pahlawan, sebuah julukan yang lahir dari perjuangan besar rakyat Indonesia dalam peristiwa 10 November 1945. Namun tak hanya kisah kepahlawanan yang melekat pada kota ini. Surabaya juga memiliki simbol ikonik yang telah menyatu dengan identitasnya selama puluhan tahun: Patung Suro dan Boyo.
Patung ini menggambarkan dua hewan simbolis—ikan hiu (Suro) dan buaya (Boyo)—yang tengah saling bertarung. Bagi masyarakat Surabaya, monumen tersebut bukan sekadar karya seni, melainkan gambaran dari legenda asal-usul nama “Surabaya” yang diwariskan turun-temurun.
Artikel ini mengulas secara mendalam asal-usul legenda Suro dan Boyo, proses pembuatan patung, makna filosofisnya, hingga perjalanan ikoniknya menjadi landmark wisata modern.
1. Asal-Usul Nama Surabaya: Legenda Pertarungan Suro dan Boyo
Legenda Suro dan Boyo merupakan cerita rakyat Jawa Timur yang sudah hidup berabad-abad. Kisahnya menceritakan pertempuran sengit antara dua hewan besar: seekor hiu dan seekor buaya.
a. Versi Populer Legenda
Menurut cerita yang paling dikenal, sungai dan lautan di sekitar Surabaya menjadi rumah bagi dua penguasa alam:
- Suro (Hiu) sebagai penguasa laut.
- Boyo (Buaya) sebagai penguasa daratan dan sungai.
Keduanya hidup dalam keseimbangan hingga terjadi perselisihan tentang batas wilayah kekuasaan. Konflik memuncak, dan pertarungan besar pun terjadi di perairan yang kelak menjadi kawasan Surabaya.
Dalam versi yang sering diceritakan:
- Suro menggunakan kecepatan dan kegesitannya.
- Boyo mengandalkan kekuatan dan gigitan mautnya.
Pertempuran berlangsung lama hingga akhirnya keduanya terluka parah. Dari kisah itu kemudian muncul nama “Suro” dan “Boyo” yang menjadi inspirasi penamaan kota.
2. Interpretasi Historis dan Budaya
Meski legenda, banyak sejarawan menilai kisah Suro dan Boyo memiliki interpretasi mendalam yang mencerminkan kondisi alam dan masyarakat pesisir Jawa Timur.
a. Simbol Perairan dan Daratan
Hiu mewakili kekuatan laut, sementara buaya mewakili kekuatan sungai. Pertarungan ini bisa diartikan sebagai gambaran benturan kekuatan alam yang sering terjadi di kawasan delta Surabaya.
b. Filosofi Keseimbangan
Keduanya melambangkan perlunya keseimbangan antara kekuatan laut dan daratan, antara manusia dan alam, serta antara keberanian dan strategi.
c. Simbol Keberanian Masyarakat Surabaya
Masyarakat menafsirkan kisah Suro dan Boyo sebagai cerminan sifat warga Surabaya:
berani, kuat, pantang menyerah, dan siap menghadapi ancaman apa pun.

3. Lahirnya Gagasan Patung Suro dan Boyo sebagai Landmark Kota
Pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an, Pemerintah Kota Surabaya mulai menggagas sebuah landmark baru yang dapat menjadi identitas visual kota.
Saat itu, kota-kota besar di Indonesia mulai membangun monumen-monumen simbolik:
- Bandung dengan Gedung Sate
- Jakarta dengan Monas
- Medan dengan Tugu Sisingamangaraja
- Makassar dengan Pantai Losari
Surabaya pun membutuhkan ikon yang mewakili karakter penduduknya sekaligus memperkenalkan legenda asli daerahnya kepada dunia.
Dari situlah muncul gagasan menghadirkan patung raksasa Suro dan Boyo.
4. Proses Pembangunan Patung Suro dan Boyo
a. Siapa Perancangnya?
Patung Suro dan Boyo dirancang oleh Sigit Margono, seorang seniman dari Surabaya yang memiliki pengalaman dalam karya seni monumental.
b. Lokasi Pembangunan
Patung ini kemudian dibangun di area Kebun Binatang Surabaya (KBS), tepatnya di depan gerbang utama. Pemilihan lokasi ini dilakukan karena:
- KBS adalah salah satu destinasi wisata tertua di Indonesia.
- Lokasinya strategis dan mudah dijangkau masyarakat.
- Patung dapat menjadi ikon penyambut pengunjung.
c. Tahun Pembangunan
Pembangunan dimulai pada awal 1990-an dan selesai menjelang pertengahan 1990-an. Meskipun tidak ada catatan tanggal resmi yang tercantum di atas patung, sebagian besar arsip menyebutkan bahwa monumen ini berdiri sejak 1993–1994.
d. Bahan dan Teknik Pembuatan
Patung dibuat dari:
- Rangka baja untuk menopang struktur
- Lapisan beton bertulang
- Finishing cat dan detail pahatan yang menggambarkan sisik hiu dan kulit buaya
Monumen ini memiliki tinggi sekitar ±25 meter sehingga tampak menjulang dan dramatis ketika dilihat dari depan.
5. Arsitektur dan Filosofi Patung
Patung Suro dan Boyo bukan hanya bentuk artistik, tetapi simbolik.
a. Sikap Kedua Hewan
Pose hiu (Suro) dan buaya (Boyo) memutar tubuh dalam formasi yang seolah sedang bertarung, namun juga menciptakan komposisi visual yang kuat.
b. Ekspresi Wajah
Ekspresi keduanya dibuat tegas:
- Suro digambarkan tajam, gagah, dan cepat.
- Boyo dibuat kokoh, kuat, dan garang.
c. Inspirasi Lingkungan Perairan
Bagian bawah patung dilengkapi elemen ombak dan batu yang mewakili perpaduan alam darat dan laut.
d. Makna Filosofis
- Semangat perjuangan: menggambarkan keberanian warga Surabaya.
- Kesetimbangan: pertarungan dua kekuatan alam yang berbeda namun saling melengkapi.
- Identitas lokal: penegasan legenda asal-usul nama Surabaya.
6. Transformasi Patung Suro dan Boyo Menjadi Ikon Kota
Setelah berdiri, Patung Suro dan Boyo dengan cepat menjadi maskot visual Surabaya.
a. Simbol Resmi Kota
Lambang kota Surabaya kini juga menggunakan motif hiu dan buaya, memperkuat citra keduanya sebagai ikon resmi.
b. Identitas Wisata
Patung tersebut menjadi latar wajib untuk berfoto bagi wisatawan.
c. Representasi Surabaya di Media
Tidak sedikit film, iklan, poster, dan acara televisi yang menggunakan patung ini sebagai simbol kota.
d. Pengembangan Kawasan
Area sekitar patung kini menjadi ruang hijau yang tertata, sering digunakan masyarakat untuk bersantai dan berolahraga.
7. Kontroversi dan Dinamika yang Mengiringi Patung
Sebagai monumen populer, patung Suro dan Boyo juga tidak luput dari beberapa kontroversi:
a. Konflik dengan Kebun Binatang Surabaya
Sempat terjadi perbedaan pendapat mengenai renovasi gerbang KBS dan tata letak patung, terutama ketika kawasan itu mengalami penataan ulang.
b. Isu Perawatan
Pada awal 2000-an, beberapa bagian patung tampak pudar karena cuaca dan kurangnya perawatan. Pemerintah kota kemudian memperbaikinya secara bertahap.
c. Ekspansi Iconic Place
Muncul ikon tambahan seperti Patung Suro dan Boyo mini di beberapa sudut Surabaya, misalnya di Jalan Darmo dan Alun-Alun Surabaya, yang sempat memunculkan perdebatan tentang konsistensi estetika kota.
Namun pada akhirnya, semua dinamika itu justru memperkuat posisi patung ini sebagai simbol yang begitu dicintai masyarakat.
8. Patung Suro dan Boyo dalam Perspektif Wisatawan
Tidak hanya warga lokal, wisatawan mancanegara juga tertarik dengan patung ini karena:
a. Nilai Budaya
Patung mencerminkan kisah legenda lokal yang unik.
b. Spot Fotografi
Komposisi visual patung, terutama pada malam hari ketika pencahayaan dinyalakan, menjadi daya tarik bagi fotografer.
c. Kedekatan dengan Kebun Binatang
Pengunjung KBS menjadikannya titik awal dokumentasi kunjungan.
9. Versi Lain Patung Suro dan Boyo di Surabaya
Selain versi utama di KBS, kota ini juga membangun replika dan interpretasi baru patung:
- Patung Suro-Boyo di Taman Surya
- Versi mini di Alun-Alun Surabaya
- Instalasi seni bertema Suro-Boyo di Jalan Raya Darmo
Keberadaan replika ini membantu memperkuat branding kota.

10. Dampak Kehadiran Patung Suro dan Boyo
a. Dampak Sosial
Patung menjadi titik temu warga, destinasi liburan keluarga, dan lokasi acara komunitas.
b. Dampak Ekonomi
Kehadiran ikon kuat meningkatkan minat wisatawan, mempengaruhi UMKM di sekitar kawasan, dan mendukung sektor kuliner serta jasa foto.
c. Dampak Budaya
Legenda Suro dan Boyo semakin dikenal generasi muda melalui visualisasi monumen.
d. Dampak Branding Kota
Patung ini menjadi bagian integral dari citra kota Surabaya sebagai kota yang berani dan dinamis.
11. Patung Suro dan Boyo pada Masa Modern
Kini, Patung Suro dan Boyo telah melewati beberapa dekade dan tetap dipertahankan sebagai aset budaya. Pemerintah kota terus melakukan:
a. Revitalisasi Lanskap
Penataan taman, perbaikan jalur pedestrian, dan penambahan tempat duduk bagi wisatawan.
b. Peningkatan Pencahayaan
Lampu artistik dipasang untuk menarik minat pengunjung pada malam hari.
c. Pengembangan Digital Tourism
Informasi wisata kini tersedia melalui aplikasi dan situs resmi Pemkot Surabaya, termasuk sejarah patung.
Kesimpulan
Patung Suro dan Boyo bukan hanya simbol visual, tetapi representasi identitas dan karakter masyarakat Surabaya—berani, kuat, dan pantang menyerah. Dibangun berdasarkan legenda lama, monumen ini berhasil menjelma menjadi landmark modern yang memperkaya sejarah dan citra kota.
Keberadaannya telah memberikan dampak sosial, budaya, dan ekonomi yang signifikan, sekaligus memperkuat posisi Surabaya sebagai salah satu kota dengan ikon paling terkenal di Indonesia. Patung ini bukan hanya warisan budaya, tetapi juga kebanggaan warga Surabaya dari generasi ke generasi.