Surabaya — Nama Gang Peneleh di Surabaya mungkin terdengar sederhana, namun lorong kecil di jantung kota tua ini memiliki jejak besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Di sinilah, benih-benih nasionalisme dan semangat Sumpah Pemuda mulai tumbuh di kalangan anak muda pribumi awal abad ke-20.
Gang Peneleh bukan sekadar gang sempit dengan rumah-rumah kuno berarsitektur kolonial. Kawasan ini dahulu menjadi pusat pergerakan pemikiran dan tempat belajar politik bagi para tokoh muda yang kelak menjadi penggerak kemerdekaan Indonesia.
Jejak Pemikiran Nasionalisme dari Peneleh
Menurut pakar sejarah Kuncarsono Prasetyo, Peneleh menjadi saksi awal berkembangnya kesadaran politik di kalangan pemuda Hindia Belanda. Beberapa tokoh yang tercatat pernah menimba ilmu dan berdiskusi di kawasan ini antara lain Soegondo Djojopoespito, Raden Mas Said, Kartosoewirjo, dan Soekarno muda.
“Mereka sering berkumpul di rumah kos, masjid, dan warung kopi di sekitar Gang Peneleh. Di sana terjadi perbincangan hangat tentang nasib bangsa dan pentingnya persatuan,” ungkap Kuncarsono.
Suasana Peneleh kala itu sangat berbeda dengan Surabaya modern hari ini. Di balik gang-gang sempitnya, tumbuh semangat baru di kalangan intelektual muda untuk melawan penjajahan, bukan dengan senjata, melainkan dengan gagasan dan pendidikan.
Peneleh dan Jejak Soekarno Muda
Nama Ir. Soekarno tak bisa dilepaskan dari sejarah Peneleh. Ia pernah tinggal di kawasan ini saat menempuh pendidikan di Surabaya dan menjadi murid dari tokoh pergerakan nasional, H.O.S. Tjokroaminoto. Di rumah Tjokroaminoto di Peneleh Gang VII, Soekarno muda belajar tentang politik, ekonomi, dan strategi perjuangan bangsa.
Selain Soekarno, banyak tokoh lain yang juga “menetas” dari lingkungan tersebut. Sebut saja Semaoen, Alimin, dan Musso, yang kelak memainkan peran penting dalam dinamika politik Indonesia. Rumah Tjokroaminoto bahkan sering disebut sebagai “sekolah politik pertama” bagi calon-calon pemimpin bangsa.
“Di rumah itulah pertemuan lintas ideologi terjadi — dari Islam, nasionalis, hingga sosialisme. Dari perdebatan intelektual itu tumbuh kesadaran bahwa kemerdekaan hanya bisa diraih jika bangsa ini bersatu,” ujar Kuncarsono menambahkan.
Benih Sumpah Pemuda Tumbuh di Timur
Walau Sumpah Pemuda secara resmi diikrarkan di Batavia pada 28 Oktober 1928, semangatnya telah lama hidup di kota-kota besar lain, termasuk Surabaya. Dari Peneleh, semangat persatuan dan kebangsaan mulai menyebar ke seluruh pelosok tanah air.
Peneleh menjadi tempat bertemunya para pelajar dari berbagai daerah — Jawa, Sumatra, Kalimantan, hingga Sulawesi — yang menimba ilmu di Surabaya. Mereka membawa pulang gagasan baru tentang kebangsaan yang kelak menjadi fondasi Sumpah Pemuda.
Menurut catatan arsip sejarah, organisasi pelajar seperti Tri Koro Dharmo dan Jong Java juga memiliki jaringan di Surabaya. Mereka sering mengadakan pertemuan di sekitar Peneleh untuk mendiskusikan isu-isu sosial dan politik yang berkaitan dengan kolonialisme.
Rumah Tjokroaminoto: Pusat Pendidikan Politik
Rumah peninggalan H.O.S. Tjokroaminoto di Gang VII kini telah menjadi situs sejarah yang dilindungi. Di tempat itu, pengunjung masih bisa melihat ruang belajar, kamar kos para tokoh muda, dan meja kayu tempat Tjokroaminoto sering berdiskusi dengan para muridnya.
“Rumah ini bukan sekadar tempat tinggal, tapi simbol pergerakan. Dari sini lahir generasi pemimpin dengan pemikiran maju dan nasionalis,” jelas salah satu pengelola situs sejarah Peneleh.
Pemerintah Kota Surabaya bahkan telah menjadikan kawasan Peneleh sebagai destinasi wisata sejarah, lengkap dengan tur edukatif dan pemandu lokal yang menjelaskan kisah perjuangan para tokoh muda di sana.
Peneleh Kini: Antara Sejarah dan Modernitas
Kini, Gang Peneleh tetap mempertahankan pesona lamanya. Bangunan-bangunan tua masih berdiri kokoh, sebagian sudah dipugar tanpa mengubah bentuk aslinya. Di sepanjang jalan, plakat sejarah dan mural bertema nasionalisme menghiasi dinding rumah warga.
Bagi banyak pengunjung, berjalan di Peneleh serasa menapaki jejak masa lalu. Di tengah hiruk pikuk kota Surabaya, gang ini mengingatkan bahwa perjuangan kemerdekaan lahir dari ruang-ruang kecil, dari diskusi sederhana yang berpadu dengan tekad besar.
Beberapa komunitas sejarah dan pelajar sering mengadakan kegiatan “Napak Tilas Sumpah Pemuda” di kawasan ini. Mereka berkeliling sambil mengenang perjalanan para tokoh yang pernah menapaki jalan yang sama ratusan tahun lalu.
Nilai Nasionalisme dari Sebuah Gang
Gang Peneleh bukan hanya lokasi fisik, tetapi simbol penting perjalanan intelektual bangsa. Dari tempat sempit di Surabaya ini, lahir gagasan besar tentang persatuan Indonesia. Semangat belajar, berdiskusi, dan berorganisasi di kalangan pemuda Peneleh menjadi bukti bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang gagasan dan kesadaran kolektif.
Sejarah Peneleh mengajarkan satu hal penting: bahwa ide besar sering kali tumbuh dari tempat sederhana. Sama halnya dengan Sumpah Pemuda — ikrar yang lahir dari tekad anak-anak muda untuk menanggalkan perbedaan demi satu tujuan, Indonesia merdeka.
Pelajaran untuk Generasi Kini
Generasi muda masa kini dapat belajar dari semangat para pemuda di Gang Peneleh. Bahwa cinta tanah air tidak hanya diwujudkan lewat upacara atau slogan, tetapi melalui perbuatan nyata — belajar dengan tekun, menghargai perbedaan, dan bekerja sama membangun bangsa.
Dalam konteks modern, Peneleh bisa diibaratkan sebagai simbol ruang kreatif, tempat anak muda menyalurkan gagasan progresif untuk kemajuan bersama. Semangat kolaborasi, keberanian berpikir kritis, dan nasionalisme yang tumbuh di sana patut dijadikan teladan.