Dari Kolonialisme ke Kedaulatan Global: Sejarah Indonesia Bergabung dengan PBB
Tahun 1950 menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah diplomasi Indonesia. Setelah perjuangan panjang merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari tangan penjajah, Indonesia akhirnya diakui secara internasional dan resmi menjadi anggota ke-60 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 28 September 1950. Peristiwa ini tidak hanya menjadi simbol penerimaan Indonesia di panggung dunia, tetapi juga menandai langkah awal bangsa ini dalam berperan aktif dalam kerja sama internasional.
Latar Belakang: Perjuangan Pengakuan Kedaulatan
Proses menuju keanggotaan PBB tidak berlangsung singkat. Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia masih harus berjuang menghadapi agresi militer Belanda yang berusaha mengembalikan kekuasaan kolonialnya. Meski telah mendirikan pemerintahan sendiri, dunia internasional saat itu belum sepenuhnya mengakui kedaulatan Republik Indonesia.
Melalui berbagai upaya diplomatik—baik melalui Komite Jasa Baik PBB (Good Offices Committee) maupun Komisi PBB untuk Indonesia (United Nations Commission for Indonesia / UNCI)—PBB memainkan peran penting dalam menengahi konflik Indonesia-Belanda. Salah satu hasil terpenting dari peran PBB adalah Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag pada tahun 1949, yang akhirnya mengantarkan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949.
Dengan pengakuan tersebut, jalan Indonesia untuk menjadi anggota resmi PBB pun terbuka lebar.
Proses Indonesia Menjadi Anggota PBB
Setelah kedaulatan diakui, Pemerintah Indonesia segera mengajukan permohonan resmi untuk bergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Permohonan ini disampaikan oleh Dr. Lambertus Nicodemus Palar (L.N. Palar), seorang diplomat ulung yang sebelumnya juga menjadi wakil Indonesia dalam forum internasional sebelum kemerdekaan diakui.
Sidang Majelis Umum PBB ke-5 yang berlangsung pada September 1950 menjadi momen penting. Melalui pemungutan suara, mayoritas negara anggota PBB menyetujui keanggotaan Indonesia. Akhirnya, pada 28 September 1950, Indonesia secara resmi diterima sebagai anggota ke-60 PBB. L.N. Palar menjadi perwakilan pertama Indonesia di markas besar PBB di New York.
Makna dan Implikasi Keanggotaan Indonesia
Keanggotaan Indonesia di PBB bukan sekadar simbol pengakuan kedaulatan, tetapi juga membuka peluang besar bagi diplomasi dan pembangunan nasional. Sejak saat itu, Indonesia mulai berpartisipasi aktif dalam berbagai lembaga dan badan di bawah PBB, seperti UNESCO, WHO, FAO, dan UNICEF.
Melalui forum PBB, Indonesia memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang dan menentang segala bentuk penjajahan. Salah satu bukti komitmen tersebut terlihat pada peran Indonesia dalam Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung, yang semangatnya sejalan dengan tujuan PBB dalam menciptakan perdamaian dan kerja sama antarbangsa.
Selain itu, keanggotaan ini menjadi dasar bagi Indonesia untuk membangun hubungan diplomatik dengan berbagai negara, memperkuat posisi dalam ekonomi global, serta meningkatkan reputasi sebagai negara berdaulat yang menjunjung tinggi perdamaian dunia.
Peran Diplomasi Indonesia di PBB Pasca-1950
Sejak resmi bergabung, Indonesia terus berperan aktif dalam berbagai misi PBB. Salah satu peran yang paling dikenal adalah kontribusi dalam misi perdamaian PBB (UN Peacekeeping Operations), seperti di Kongo, Lebanon, dan Sudan. Pasukan Garuda Indonesia menjadi simbol dedikasi bangsa terhadap perdamaian dunia.
Indonesia juga pernah menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB sebanyak empat kali (1973–1974, 1995–1996, 2007–2008, dan 2019–2020). Peran ini menunjukkan bahwa komunitas internasional mempercayai Indonesia sebagai negara yang mampu menjadi penengah dan penjaga stabilitas global.
Penutup
Keanggotaan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1950 bukan hanya pencapaian diplomatik, tetapi juga manifestasi dari cita-cita kemerdekaan untuk “ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial” sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
Langkah itu menandai transisi Indonesia dari bangsa yang baru merdeka menjadi anggota aktif masyarakat dunia. Hingga kini, semangat tersebut terus hidup dalam politik luar negeri Indonesia yang berprinsip “bebas dan aktif”, menjaga perdamaian serta menjalin kerja sama internasional demi kesejahteraan bersama.