Para anggota Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Sejarah (FKMPS) berfoto bersama seusai menyatakan sikap desakan pada pemerintah untuk menunda tenggat waktu penulisan ulang sejarah Indonesia.
Desakan kepada Kementerian Kebudayaan untuk mempertimbangkan ulang tenggat peluncuran buku sejarah Indonesia versi terbaru menguat. Proyek penulisan ulang sejarah ini dinilai terlalu terburu-buru jika diluncurkan pada Agustus 2025 sebagai hadiah Hari Kemerdekaan Ke-80 Republik Indonesia.
Setelah koalisi masyarakat sipil, akademisi, dan sejumlah anggota DPR RI, dorongan untuk menunda proyek kini datang dari Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Sejarah (FKMPS).
Forum ini terdiri dari sejumlah tokoh, antara lain Laksamana (Purn) Tedjo Edhie Pudjiatno, Batara Hutagalung, Heppy Trenggono, Taufik Abdullah, Makarim Wibisono, Rudi Gunawan, Yuddy Chrisnandi, Mufti Mubarok, Lily Wasitova, Bambang Wiwoho, Laksamana Muda (Purn) Surya Wiranto, serta banyak tokoh lainnya.
FKMPS mengingatkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon agar tidak tergesa-gesa dalam proses penulisan ulang ini. Tenggat yang ditetapkan perlu ditunda karena penulisan sejarah perlu kehati-hatian, serta dibuat dengan jujur dan komprehensif.
”Sejarah tidak boleh ditulis dengan tergesa-gesa. Proses yang terburu-buru sangat berisiko menghasilkan distorsi baru dan bahkan memicu perpecahan,” kata Ketua Dewan Penasehat FKMPS Tedjo Edhie Pudjiatno dalam keterangan pers, Kamis (10/7/2025).
Adapun FKMPS, yang berdiri sejak 4 Desember 2019, adalah forum independen yang fokus pada penelitian sejarah agar generasi mendatang mengenal sejarah Indonesia secara otentik, bukan sejarah yang ditulis dari perspektif asing atau berdasarkan kepentingan kelompok tertentu.
Dalam kesempatan ini, mereka meminta tim penulisan ulang sejarah Indonesia yang dibentuk Kemenbud untuk membuka ruang seluas-luasnya bagi partisipasi publik. Para peneliti dan tokoh dari berbagai kalangan yang memiliki kredibilitas akademik dan komitmen kebangsaan perlu dilibatkan.
”Target bulan Agustus tahun ini bahkan hingga akhir tahun ini dipandang belum cukup memadai untuk sebuah hasil yang otentik mengingat banyaknya peristiwa yang memerlukan akurasi obyektif dalam penulisannya,” kata Yudi Chrisnandi.
Meski begitu, FKMPS tetap mendukung proyek ini sebagai langkah monumental yang layak didukung oleh seluruh komponen bangsa. Ini merupakan momentum strategis untuk menyusun narasi sejarah nasional yang lebih Indonesia sentris dan membangun karakter kebangsaan.