Dalam lembaran sejarah militer Indonesia, terdapat sebuah kisah unik tentang satu-satunya orang sipil yang dianugerahi pangkat jenderal, sebuah kehormatan istimewa yang disematkan kepada Proklamator dan Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Figur Ir. Soekarno, yang lebih dikenal sebagai pemimpin politik, proklamator kemerdekaan, dan penyambung lidah rakyat, secara historis memang bukanlah seorang militer karir yang menapaki jenjang kepangkatan dari bawah. Namun, berkat dedikasi, perjuangan, serta perannya yang tak tergantikan dalam mendirikan dan mempertahankan negara, ia menerima penghargaan luar biasa ini. Penganugerahan ini bukan sekadar simbolis, melainkan pengakuan atas kapasitas kepemimpinannya yang luar biasa, bahkan dalam ranah pertahanan negara.
Mengapa Soekarno, Seorang Sipil, Dianugerahi Pangkat Jenderal?
Untuk memahami penganugerahan pangkat jenderal kepada Soekarno, kita perlu menengok kembali peran sentralnya dalam perjuangan kemerdekaan dan pembentukan republik. Soekarno, sejak awal perjuangannya, adalah seorang orator ulung, pemikir visioner, dan strateg politik yang handal. Ia memimpin revolusi yang mengusir penjajah, mendeklarasikan kemerdekaan, dan menghadapi berbagai ancaman terhadap kedaulatan negara. Selama periode Revolusi Fisik (1945-1949), meskipun secara formal bukan seorang perwira militer, Soekarno berperan sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia. Dalam kapasitas inilah ia memiliki otoritas tertinggi atas seluruh kekuatan militer Indonesia, termasuk TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang kemudian berkembang menjadi TNI.
Peran sebagai Panglima Tertinggi ini memberinya legitimasi untuk membuat keputusan penting terkait strategi pertahanan dan keamanan negara. Ia sering kali turun langsung ke lapangan, memberikan semangat kepada para pejuang, dan menunjukkan keberanian dalam menghadapi agresi militer Belanda. Kehadirannya tidak hanya sebagai kepala negara, tetapi juga sebagai figur yang menginspirasi para prajurit untuk terus berjuang demi kemerdekaan.
Kisah di Balik Pangkat Jenderal Kehormatan Ir. Soekarno
Penganugerahan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Ir. Soekarno terjadi jauh setelah masa revolusi, bahkan setelah ia tidak lagi menjabat sebagai presiden. Keputusan ini direalisasikan melalui Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 29/TNI/1997 pada tanggal 24 Mei 1997. Bersamaan dengan Soekarno, dua tokoh besar lainnya, Jenderal Besar A.H. Nasution dan Jenderal Besar Soeharto, juga dianugerahi pangkat bintang lima atau Jenderal Besar TNI. Penting untuk dicatat bahwa gelar untuk Soekarno adalah “Jenderal Besar TNI Kehormatan Bintang Lima”.
Penganugerahan ini datang pada era pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto. Meskipun hubungan politik antara Soekarno dan Soeharto di akhir Orde Lama sangat kompleks, penganugerahan ini dapat dilihat sebagai upaya rekonsiliasi sejarah dan pengakuan terhadap jasa-jasa Soekarno yang tak terbantahkan bagi bangsa dan negara. Ini adalah pengakuan formal atas peran krusial Soekarno sebagai pemimpin tertinggi perjuangan bersenjata dan perintis kemerdekaan.
Pangkat Jenderal Besar TNI adalah pangkat tertinggi dalam kemiliteran Indonesia, setara dengan Field Marshal di negara-negara Barat. Hanya sedikit tokoh militer yang pernah menyandang pangkat ini, dan Soekarno menjadi satu-satunya yang merupakan warga sipil tanpa latar belakang militer profesional. Penganugerahan ini secara khusus mengakui bahwa kepemimpinan Soekarno dalam memimpin perjuangan bersenjata adalah setara, atau bahkan melebihi, kapabilitas seorang jenderal bintang lima dalam strategi militer dan pembentukan kekuatan pertahanan negara.
Makna dan Implikasi Pangkat Jenderal Kehormatan bagi Soekarno
Penganugerahan pangkat Jenderal Besar TNI Kehormatan kepada Soekarno memiliki makna yang mendalam. Pertama, ini adalah bentuk penghormatan tertinggi dari negara terhadap dedikasi dan pengorbanannya. Meskipun bukan seorang prajurit dalam artian konvensional, pengaruhnya terhadap militer selama revolusi sangat besar. Ia adalah figur pemersatu dan pemberi arah bagi angkatan bersenjata yang baru lahir.
Kedua, ini menegaskan bahwa kepemimpinan sipil dapat memiliki dampak yang sama fundamentalnya dalam konteks militer, terutama di masa-masa kritis pembentukan negara. Soekarno, dengan karisma dan visi politiknya, mampu menggerakkan dan mengatur kekuatan militer untuk mencapai tujuan kemerdekaan.
Ketiga, penganugerahan ini menjadi pengingat akan konsep “dwifungsi ABRI” (sebelumnya), yang menempatkan peran ganda bagi militer dalam bidang pertahanan dan sosial-politik. Namun, dalam kasus Soekarno, ini lebih merupakan pengakuan atas kepemimpinan sipil yang efektif dalam mengelola aspek militer negara. Ini tidak menjadikan Soekarno seorang militer sejati, melainkan mengakui kecakapan kepemimpinannya melampaui batas-batas profesi.
Soekarno: Seorang Jenderal Tanpa Seragam
Meskipun secara resmi dianugerahi pangkat jenderal, Soekarno tetaplah seorang sipil dalam jiwa dan semangatnya. Ia adalah seorang Bapak Bangsa, seorang orator ulung, dan seorang visioner yang jauh melihat ke depan. Pangkat kehormatan ini tidak mengubah identitasnya, melainkan melengkapi warisannya yang kaya. Ia adalah presiden pertama yang mendirikan fondasi negara ini, seorang proklamator yang mengumandangkan kemerdekaan, dan sekaligus seorang pemimpin yang diakui memiliki kapabilitas seorang jenderal dalam memimpin perjuangan bersenjata.
Kisah Ir. Soekarno sebagai Jenderal Kehormatan adalah testimoni bahwa kepemimpinan sejati tidak selalu terikat pada seragam atau latar belakang militer. Karisma, visi, strategi, dan keberanian dapat muncul dari berbagai latar belakang, termasuk dari seorang sipil yang mendedikasikan hidupnya untuk bangsa dan negara. Soekarno, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tetap dikenang sebagai sosok unik dalam sejarah Indonesia, seorang sipil yang dianugerahi kehormatan militer tertinggi atas jasa-jasanya yang tak terhingga. Kisahnya mengajarkan kita tentang pentingnya pengakuan atas segala bentuk sumbangsih, terutama dalam pembentukan dan pertahanan sebuah bangsa.