
Pada tanggal 29 September 2025, Indonesia berhasil mencapai salah satu kemenangan penting dalam pelestarian warisan sejarah: Belanda setuju untuk mengembalikan lebih dari 28.000 fosil, termasuk fragmen tengkorak “Manusia Jawa” (Homo erectus) dari koleksi Dubois yang diambil semasa era kolonial.
Konteks Sejarah dan Makna Pengembalian
Fosil-fosil tersebut merupakan bagian dari Koleksi Dubois, yang diekskavasi oleh ilmuwan Belanda, Eugene Dubois, pada akhir abad ke-19 di Pulau Jawa. Pada masa penjajahan, artefak-artefak tersebut dibawa ke Belanda, dan kini menjadi simbol penting dalam kajian evolusi manusia.
Kembalinya koleksi ini bukan hanya soal barang peninggalan arkeologi, tapi juga soal keadilan sejarah, pengakuan atas hak warisan budaya, serta akses rakyat Indonesia terhadap warisan leluhur mereka.
Presiden Prabowo Subianto menyambut langkah ini sebagai momentum bersejarah, dan proses pengembalian ini dilakukan lewat kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Belanda.
Proyek Penulisan Ulang Sejarah Nasional
Langkah pengembalian fosil ini juga terjadi di tengah proyek besar pemerintah Indonesia untuk menulis ulang narasi resmi sejarah nasional menjelang peringatan ke‑80 Hari Kemerdekaan.
Pemerintah mengalokasikan dana sekitar Rp 9 miliar untuk proyek tersebut, melibatkan puluhan penulis dan editor. Tujuan resmi yang disebutkan adalah memperbarui catatan sejarah agar mencerminkan temuan-temuan terbaru dan memperkuat identitas nasional.
Namun, proyek ini tidak lepas dari kontroversi. Sebagian sejarawan, akademisi, dan aktivis menolak apa yang mereka sebut sebagai upaya “merumuskan ulang sejarah secara tunggal” yang bisa menutup narasi alternatif, bagian gelap, dan perspektif lokal.
Kelompok aliansi bernama AKSI (Aliansi Transparansi Sejarah Indonesia) mengajukan manifesto penolakan kepada DPR dan meminta agar proses penulisan dilaksanakan secara terbuka, inklusif, dan mempertahankan pluralitas suara.
Pada bulan Agustus 2025, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menetapkan target penyelesaian naskah sejarah baru menjelang 10 November 2025 (Hari Pahlawan).
Dampak dan Harapan ke Depan
- Peningkatan Kesadaran Sejarah Lokal
Pengembalian artefak seperti fosil Homo erectus membuka peluang lebih luas bagi masyarakat dan akademisi di Indonesia untuk mengakses dan mempelajari warisan leluhur secara langsung. - Diskusi tentang Identitas dan Kedaulatan Sejarah
Proyek penulisan ulang sejarah menghadirkan pertanyaan penting: Siapa yang punya hak untuk menulis sejarah, dan apakah sejarah itu bisa diubah demi agenda tertentu? Dialog yang sehat antara negara, akademisi, dan masyarakat sipil menjadi sangat penting. - Keseimbangan Antara Narasi Resmi dan Narasi Kritikal
Idealnya, ada ruang untuk narasi resmi yang disepakati negara, dan narasi-komplementer dari sejarah lokal, kelompok minoritas, dan penelitian independen. Hal ini penting untuk menjaga keberagaman perspektif dan mencegah pemutusan akar historis yang banyak pihak rasakan. - Pujian Internasional dan Reputasi Kebudayaan
Keberhasilan diplomasi kultural seperti pengembalian koleksi ini dapat memberikan reputasi positif Indonesia di kancah internasional dalam upaya restitusi artefak kolonial.